Burung

3 Penyebab Burung Enggang Terancam Punah

Salah satu jenis burung Enggang (burung Rangkong) yang saat ini terancam punah adalah Enggang Gading. Burung ini menjadi maskot kota Kalimantan Barat. Penyebarannya pun yang paling banyak terdapat di Sumatera dan Kalimantan.

Bukan hanya Indonesia, burung enggang juga menjadi hewan langka di Asia Tenggara. Kondisi ancaman kepunahan Enggang Gading secara resmi disampaikan International Union for Conservation (IUCN) tahun 2018. Satwa tersebut berstatus Critically Endangered atau terancam punah.

Kepunahan burung Enggang bukan tanpa sebab, berikut beberapa penyebabnya:

1. Tingginya Tingkat Perburuan Liar

Berkurangnya jumlah burung Enggang atau Rangkong saat ini disebabkan oleh perburuan liar yang meningkat.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Rangkong Gading Indonesia 2018-2028, mengatakan kalau perburuan Rangkong Gading setiap tahunnya mengalami kenaikkan, apalagi sejak lima tahun terakhir ini.

Burung Rangkong yang diburu secara ilegal diambil kepalanya dan paruhnya di jual ke berbagai negara. Sebagian besar barang tersebut berasal dari Kalimantan Barat.

Puncak perburuan Rangkong menurut KLHK terjadi pada tahun 2021. Para pemburu terhimpit oleh permintaan yang besar baik dari pemodal kecil maupun mancanegara. Tingginya permintaan dan keuntungan yang besar menjadikan dorongan untuk masyarakat dalam melakukan perburuan liar.

Hasil investigasi dari KLHK menemukan bahwa terjadinya perburuan di Kalimantan Barat bermula oleh sekelompok pemburu desa yang terdiri dari 2-5 orang.

Setiap satu kali mereka memasuki hutan setidaknya akan membawa 2 hingga 10 kepala Enggang. Melihat hal tersebut menghasilkan cuan yang besar. akhirnya warga desa yang lainnya ikut beraksi pula. Sehingga perburuan liar Enggang makin marak.

Para pemburu akan memilih lokasi buruan pada musim buah ara, sebab ketika musim tersebut para burung Enggang berkumpul.

Beberapa habitat yang menjadi lokasi perburuan antara lain, Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit BArisan Selatan, Taman Nasional Gunung Palung dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

Setelah mendapatkan buruannya, mereka akan mengirimkan burung Enggang ke penampung kecil hingga besar dengan menggunakan jalur darat. Kemudian akan dikirim ke luar negeri melalui jalur udara dan laut.

2. Perdagangan Ilegal

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa salah satu motif perdagangan satwa secara ilegal karena keindahan bagian tubuhnya. Burung yang masuk ke dalam film The Lion King ini, memiliki nilai seni dan estetika yang membuat adanya ketertarikan para peminat.

Bagian tubuh itu akan dijadikan hiasan seperti bagi para kaisar di Cina terbukti sejak masa Dinasti Ming. Tak hanya diperdagangkan ke luar negeri, ternyata di dalam negeri pun dijadikan sebagai alat magis yang menjembatani antara roh leluhur dan masyarakat.

Keadaan tersebut terjadi pada masyarakat suku Dayak di Kalimantan. Bagi mereka, balung Enggang memiliki arti keberanian, keagungan, kepemimpinan, dan adanya pelindung.

Adanya perdagangan ilegal ini menjadi suatu kejahatan yang memiliki keuntungan perdangan yang tinggi. KLHK mencatat bahwa negara berpontensi mengalami kerugian sebanyak Rp 9 miliar per tahunnya akibat perdagangan ilegal. Begitu pun yang terjadi pada burung Enggang.

Para kolektor peruh Enggang sudah memiliki pengepul-pengepul kecil di kota-kota dengan nilai yang strategis seperti di Medan, Riau, Palembang, dan Lampung. Sementara Kalimantan, pengepul dapat ditemukan di Ketapang, Melawai, Putusibau, dan Samarinda.

3. Rusaknya Habitat Asli

Kerusakan habitat asli burung Enggang membuat penurunan jumlah burung tersebut di alam. Penyebabnya karena terjadi pembukaan lahan di hutan yang menjadi tempat tinggal para burung Rangkong tersebut.

Akibatnya, burung-burung endemik Indonesia tersebut kehilangan habitat aslinya. Sehingga mereka berpindah atau bahkan adanya yang mati. Pembukaan lahan berhutan tersebut menjadi ancaman terbesar pada habitat asli sebab memberikan pengaruh dalam fungsi ekosistem yang menjadi pendukung kehidupan di dalamnya.

Pada tahun 2014, KLHK mencatat ada sebanyak 12,9 juta hektar hutan lahan kering primer dan sekunder yang masih ada di Sumatera dan Kalimantan. Namun, sebanyak 60% yang masih sesuai untuk habitat burung Enggang.

Dari data yang sama, jika dilakukan pembandingan dengan potensi habitat Enggang pada tahun 1990, diperkirakan sekitar 5,3 juta hektar telah terdeforestasi atau sebanyak 222.289 hektar per tahunnya.

Maka dari itu, sebagian besar kawasan yang terdeforestasi diakibatkan oleh alih fungsi kebutuhan perindustrian seperti kayu, perkebunan dan pertanian yang dilakukan dalam berbagai skala.

Recent Posts

7 Obat Alami Kelinci yang Tidak Mau Makan dan Cara Membuatnya

Beberapa obat-obatan ini dapat membantu mengatasi kelinci yang kehilangan nafsu makan, baik obat yang terbuat…

4 months ago

6 Burung yang Tidak Boleh Dekat dengan Lovebird

Tidak seperti namanya, Lovebird tidak disarankan berdekatan atau hidup bersama dengan banyak burung diantaranya burung-burung…

8 months ago

7 Jenis Burung yang Bisa Dicampur 1 Kandang

Memiliki lebih dari satu burung dalam satu kandang bukanlah hal yang mustahil asalkan memperhatikan beberapa…

8 months ago

16 Jenis Burung Hantu Kecil di Indonesia

Burung hantu adalah salah satu burung yang banyak tersebar di Indonesia dengan jenis yang beragam,…

8 months ago

10 Hewan Kalem Tapi Mematikan

Siapa sangka hewan-hewan yang terlihat kalem ini dapat menjadi sangat berbahaya? Ketahui penyebabnya agar Anda…

8 months ago

16 Hewan Tercepat di Udara

Berbagai jenis hewan di dunia memiliki kemampuannya masing-masing sesuai dengan habitatnya, seperti hewan-hewan tercepat di…

8 months ago