Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) pertama kali ditemukan pada tahun 1910 oleh seorang Inggris bernama Walter Rothschild. Burung jalak bali adalah satu-satunya spesies endemik Bali dan dijadikan sebagai simbol fauna Provinsi Bali pada tahun 1991. Habitat jalak bali berada di hutan sebelah barat Pulau Bali, dan sebagian besar orang mengenal jalak bali dengan nama ‘curik’ alih-alih ‘jalak’.
Panjang tubuh burung jalak bali sekitar 25 sentimeter dengan bulu berwarna putih yang menutupi sebagian besar tubuhnya. Ciri-ciri dan warna bulu yang dimiliki burung jalak bali ini sangat berbeda dengan ciri-ciri jalak nias jantan yang memiliki warna bulu cokelat. Selain itu, jalak bali juga terkenal dengan kemampuannya yang bisa bernyanyi. Hal tersebut merupakan keistimewaan dari burung ini, terlebih mereka hanya bisa ditemukan di Pulau Bali.
Dengan keistimewaan tersebut, maka beberapa orang kerap melakukan perburuan liar. Perburuan liar ini dilakukan lantaran banyaknya orang yang ingin menjadikan burung jalak bali sebagai peliharaan. Di pasaran, harga burung jalak bali yang diperjualbelikan secara ilegal ini berada pada kisaran 4.5 juta hingga 15 juta rupiah. Berdasarkan data dari lapangan, kondisi ini mengakibatkan jumlah individu burung jalak bali mengalami penurunan yang sangat drastis.
Selain ancaman dari perburuan liar, burung jalak bali juga kerap terancam oleh hadirnya predator seperti ular dan beberapa jenis hewan pemangsa lainnya, yang tidak lain adalah memangsa telur-telur burung jalak bali. Di samping itu, masalah yang tak kalah serius adalah terjadinya perubahan alam yang kian memburuk. Dalam hal ini jika ditemukan sebuah kawasan yang dilanda kekeringan maka hal tersebut dapat memengaruhi kehidupan di dalamnya, termasuk habitat burung jalak sendiri.
Sebenarnya, sudah lama dan terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan dalam melindungi burung jalak bali di alam liar. Akan tetapi, karena kesadaran masyarakat pada waktu itu masih sangat rendah maka kegiatan perburuan masih kerap dilakukan. Terlebih ringannya hukuman yang diberikan kepada pelanggar sehingga tidak membuat mereka jera melakukannya.
Berdasarkan fakta tersebut, maka International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) menyatakan bahwa status burung jalak bali masuk ke dalam kategori kritis. Dan juga, suatu konvensi perdagangan internasional satwa liar atau lebih dikenal dengan CITES mengkatogerikan Appendiks I untuk burung jalak bali. Dengan kata lain, burung jalak bali sangat terlarang untuk diperjualbelikan.
Oleh karena itu, berbagai upaya yang lebih ketat dilakukan oleh pihak berwenang untuk melindungi spesies burung jalak bali ini. Upaya ini termasuk di antaranya mendirikan konservasi yang lebih serius, memberlakukan hukum adat, edukasi kepada masyarakat umum, dan juga menghalangi perburuan liar. Berikut ini adalah uraiannya:
Taman Nasional Bali Barat (TNBB) bekerjasama dengan pihak pemerintah di daerah dan juga masyarakat mengupayakan mendirikan penangkaran untuk pelestarian burung jalak bali agar populasinya meningkat. Jika pelestarian di dalam penangkaran berhasil, maka burung jalak bali kemudian akan dilepas ke alam liar agar mereka dapat kembali ke habitat aslinya. Ada beberapa cara penangkaran burung jalak bali yang dapat dilakukan.
Pelepasan burung jalak bali ini dilakukan pertama kali pada tahun 2002 hingga 2014. Dalam rentang waktu tersebut, sebanyak 200 individu telah dilepaskan di tiga lokasi berbeda dan tetap berada pada wilayah konservasi, yaitu di Tanjung Gelap, Kotal dan Berumbun. Sementara itu, sejak tahun 2015 TNBB dan pihak terkait berhasil mengembangbiakkan burung jalak bali sebanyak 151 individu. Tentu saja angka ini tergolong sangat berhasil jika mengingat sebelum melakukan penangkaran yang lebih serius, spesies burung jalak bali tidak lebih dari 50 individu.
Menyambung dari poin di atas, bahwa pengawasan pasca-pelepasliaran juga perlu dilakukan. Dimana tahap pelepasan merupakan tahap yang paling penting. Dalam hal ini jika burung jalak bali dilepas maka tidak menjamin bahwa individu yang dilepas tersebut akan aman di alam liar.
Maka langkah yang dilakukan untuk pengawasan ini adalah dengan memasang sebuah microchip yang sangat berguna untuk memonitor segala pergerakan dari burung jalak bali yang telah dilepas. Dengan microchip tersebut maka keberadaan burung jalak bali bisa diketahui, apakah masih berada di kawasan TNBB atau malah telah dicuri.
Selain melakukan upaya internal, pihak terkait juga melakukan upaya eksternal. Dalam hal ini mengunjungi beberapa sekolah-sekolah dan tempat umum lainnya guna memberikan edukasi serta sosialisasi. Kegiatan ini telah menghasilkan seorang ‘duta burung jalak bali’ yang merupakan siswa sekolah yang memiliki kesadaran dan juga keinginan untuk melindungi satwa liar, khususnya burung jalak bali.
Dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam upaya melestarikan jalak bali maka sudah jelas bahwa masyarakat semakin sadar bahwa jalak bali memang harus dilestarikan. Bentuk lain keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ini adalah hadirnya relawan untuk melakukan aktivitas memelihara kawasan, sehingga secara tidak langsung melalui relawan tersebut maka edukasi tentang pelestarian burung jalak bali akan terus berlanjut.
Dengan adanya program edukasi seperti pada poin sebelumnya, maka diharapkan masyarakat akan semakin sadar untuk berhenti melakukan perburuan liar terhadap burung jalak bali. Oleh karena itu dengan hadirnya kesadaran tersebut, maka pelarangan penangkapan burung jalak bali harus dilakukan dengan segera. Jika perlu, harus memiliki undang-undang, dan jika di kemudian hari ditemukan pelanggar maka sepatutnya diberi hukuman.
Bahkan, terdapat beberapa desa yang ada di Pulau Bali telah memberlakukan hukum adat yang disebut ‘awik-awik’ bagi pelaku pemburu liar burung jalak bali. Bentuk hukum adat yang diberlakukan ini berupa sanksi denda yang akan memberikan efek jera bagi pelanggar. Besarnya denda akan disesuaikan, terlebih dengan mengingat bahwa burung jalak bali memiliki nilai yang tak terhingga dan sangat dilindungi.
Dengan adanya beberapa upaya diatas, maka diharapkan akan membantu melestarikan spesies dan juga habitat asli burung jalak bali. Akan tetapi, upaya pelestarian maupun pengembangbiakan burung jalak bali ini sebaiknya dilakukan di habitat aslinya agar memberikan hasil yang maksimal. Dengan kata lain, upaya campur tangan masyarakat hanya sebatas bagaimana membantu burung jalak bali betina bisa bertemu dengan jalak bali jantan.
Disamping itu, kesadaran masyarakat yang disertai dengan sikap peduli diharapkan akan membantu secara lebih maksimal dalam upaya-upaya pelestarian yang telah dilakukan. Ketahui pula cara budidaya burung jalak suren, cara ternak burung wallet dan manfaat memelihara burung jalak suren.
Beberapa obat-obatan ini dapat membantu mengatasi kelinci yang kehilangan nafsu makan, baik obat yang terbuat…
Tidak seperti namanya, Lovebird tidak disarankan berdekatan atau hidup bersama dengan banyak burung diantaranya burung-burung…
Memiliki lebih dari satu burung dalam satu kandang bukanlah hal yang mustahil asalkan memperhatikan beberapa…
Burung hantu adalah salah satu burung yang banyak tersebar di Indonesia dengan jenis yang beragam,…
Siapa sangka hewan-hewan yang terlihat kalem ini dapat menjadi sangat berbahaya? Ketahui penyebabnya agar Anda…
Berbagai jenis hewan di dunia memiliki kemampuannya masing-masing sesuai dengan habitatnya, seperti hewan-hewan tercepat di…