Klasifikasi Platyhelminthes dan Contohnya

Hewan Platyhelminthes atau disebut juga dengan cacing pipih memiliki tubuh yang tak bersegemen atau dosoventral. Tak seperti cacing yang sering ditemui, hewan ini masuk dalam kelompok aselomata atau belum ada rongga tubuh.

Animalia filum ini memiliki ukuran tubuh yang beragam, mulai dari ukuran mikroskopis hingga yang panjangnya 60 cm. Tempat hidup mereka juga beragam, ada yang hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit. Namun, sekitar 80% kehidupan hewan ini bergantung pada organisme lain atau secara parasit.

Platyhelminthes berbentuk simetri bilateral atau sisi kanan dan kiri memiliki bentuk yang sama. Selain itu, bagian tubuhnya tersusun dari tiga lapisan sel yakni, ektoderm, mesoderm dan endoderm.

Uniknya hewan ini belum memiliki sistem peredaran darah, sistem respirasi dan anus. Sedangkan sistem pencernaan dinamakan dengan gastrovaskuler. Sistem ini dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan.

Di bagian belakang kerongkongan cacing pipih terdapat usus yang banyak cabang. Usus itulah yang berfungsi mencerna makanan dan mengedarkan ke seluruh tubuh. Sedangkan untuk sistem pembuangan sisa makanan melalui mulut.

Walau tampak pipih, hewan ini memiliki sistem indera berupa oseli yaitu sepasang bintik mata di bagian anterior atau kepala. Bintik tersebut mengandung pigmen yang sensitif terhadap cahaya.

Beberapa spesies mempunyai indera tambahan seperti aurikula atau telinga, statosista atau pengatur keseimbangan, dan reoreseptor atau organ yang mengetahui arah arus sungai. Sementara sistem reproduksi cacing pipih ada dua yakni, secara aseksual dengan membelah diri dan seksual melalui perkawinan silang.

Spesies filum Platyhelminthes berjumlah sekitar 13.000 yang terbagi menjadi tiga kelas. Dua kelas bersifat parasit dan satu yang hidup bebas. Berikut tiga klasifikasi hewan Platyhelminthes:

1. Turbellaria atau Cacing Bulu Getar

Jenis cacing pipih Turbellaria mengunakan bulu getar sebagai alat geraknya. Contohnya adalah hewan planaria air tawar. Kepala planaria memiliki bentuk seperti ujung panah yang setiap sisinya memiliki alat indera makanan atau keberadaan organisme lain.

Hewan kelas Turbellaria mempnyai sel kelenjar yang akan mengeluarkan lendir untuk dapat meluncur. Sementara sel api sebagai sistem ekskresi yang terdiri dari serangkaian kanal-kanal yang saling terhubung pada tiap sisi longitudinal tubuh.

Sel api memiliki bentuk gelembung yang berisi silia dan terdapat lubang di bagian tengah gelembung. Sel api in berfungsi sebagai sistem eksresi dan pengaturan osmosis.

Untuk kelas Turbellaria, sistem reproduksi dilakukan secara aseksual dengan fragmentasi tubuh yang mampu menumbuhkan individu baru, maupun seksual yang bersifat hermaphrodit.

2. Trematoda atau Cacing Hisap

Kelas Trematoda tergolong cacing kait yang tidak memiliki kepala, tetapi mempunyai mulut penghisap. Kait pada bagian tubuh Trematoda berfungsi untuk melekatkan diri pada pemukaan inangna.

Jenis Trematoda hidup sebagai parasit pada bagian tubuh manusia atau hewan. Biasanya cacing pipih jenis ini bersemayam dalam pembuluh darah hewan, usus, hati dan juga paru-paru.

Sistem pencernaan, saraf dan pembuangan pada jenis Trematoda kurang sempurna atau tidak lengkap. Sementara sistem reproduksinya berfungsi dengan baik walau hermaphrodit.

Beberapa cacing pipih yang tergolong Trematoda antara lain:

Fasciola Hepatica atau Cacing Hati Ternak

Cacing hati ini bersifat hetmafrodit. Bermula dari telur cacing yang berkembang menjadi larva Mirasidium atau larva jenis I, kemudian masuk ke tubuh siput Lymnea.

Di dalam tubuh siput, larva tersebut membentuk sporokista yang berkembang lagi menjadi larva jenis II atau Redia. Lalu berubah menjadi Serkaria atau larva jenis III yang berekor. Setelah itu keluar dari tubuh siput dan membentuk kista yang menempel pada tumbuhan air, terutama selada air.

Ilustrasi Fasciola Heptica

Hewan yang memakan tumbuhan yang telah ditempeli kista tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan berkembang biak menjadi cacing dewasa yang menyebabkan Fascioliasis.

Clonorchis Sinensis/Opistorchis Sinensis atau Cacing Hati Manusia

Cacing hati ini siklusnya sama seperti Fasciola Hepatical hingga proses larva III. Setelah itu berkembang biak lagi menjadi Metaserkaria atau larva jenis IV yang masuk ke dalam tubuh ikan. Kemudian termakan oleh manusia dan hidup menjadi cacing dewasa. Inilah yang menyebabkan Clonorchiasis.

Schistosoma

Schistosoma Mansoni

Cacing pipih jenis parasit darah ini tumbuh dan berkembang biak di pembuluh darah. Schictosoma memliki hispes perantara siput yang menyebabkan Schistosomiasis. Ada tiga jenis Schistosoma yakni, Schistosoma Japanicum, Schistosoma Haematobium, dan Schistosoma Mansoni.

Paragonimus Westermani atau Cacing Paru

Cacing Pipih ini menjadi parasit dalam paru-paru manusia yang dapat menyebabkan penyakit Paragonimiasis.

Fasciolopsis Buski

Cacing ini juga menjadi parasit dalam tubuh manusia yang hidup di usus halus. Sehingga dapat menyebabkan penyakit Fasciolopsis.

3. Cestoda atau Cacing Pita

Kelas terakhir dari filum Platyhelminthes ini memiliki tubuh yang terdiri dari rangkaian segemen-segemn yang bernama Proglottid. Pembentukan segmen tersebut disebut Strobilasi. Sementara kepala cacing pita disebut Skoleks yang memiliki alat isap atau Sucker yang ada kait dan terbuat dari kitin.

Cacing pita ini termasuk parasit yang memerlukan dua inang berbeda dalam siklus hidupnya. Untuk yang dewasa hidup pada saluran pencernaan inangnya, sementara yang masih larva hidup di otot, hati, otak atau jaringan di bawah kulit inangnya.

Diphyllobothrium latum

Cacing pita jenis pada manusia meliputi Taenia solium, Taenia saginata, Diphyllobothrium latum. Sementara pada hewan yakni Echonococcus granulosus, dan pada hewan dan manusia berupa Himenolepis nana.